Monday, October 1, 2012

ASI Saya Cukup Kok!

Sebelum saya masuk kerja, saya sering bertanya pada diri sendiri. Stok ASIP saya bakal aman gak ya? Kalau enggak apa harus kejar tayang? Apa harus tambal sufor? Lalu tiba lah saat penentuan..dan Alhamdulillah stok ASIP saya tidak pernah kurang atau sampai harus kejar tayang. Saya bisa selalu menyediakan ASIP sesuai dengan kebutuhan Sachi hari itu.

Namun kenaikan bb Sachi yang tidak signifikan selalu membuat para dsa-nya mengkambinghitamkan ASI bundanya. "ASI ibu kurang, kalau kayak gini sih mending ditambah susu bu," begitu kira-kira kata mereka. Sedih? Jangan ditanya...tiap kali kalimat itu mampir ke telinga saya rasanya saya mau teriak dan menunjukkan foto stok ASIP saya di rumah. Saya tidak mendewakan ASI saya...tapi entah mengapa saya yakin kalau ada masalah lain yang menyebabkan bb Sachi sulit naik. Kecurigaan saya ini memang belum terbukti, karena si ayah tidak mau lagi mengantarkan kami untuk peds hopping. "Asal anaknya sehat, aktif, dan perkembangan motoriknya bagus ya gak papa," begitu kata ayah. Sayang nininya tidak sepenuhnya setuju dengan pendapat itu, ia lebih percaya kata dsa Sachi yang kebetulan adalah dsa saya waktu kecil dulu dan bertitel profesor. Padahal bisa jadi beliau menuduh ASI kurang karena beliau belum teredukASI dengan baik tentang ASI.

Sebulan yang lalu, tanpa sengaja saya menemukan kotak susu formula di lemari dapur. Kesal, sedih, marah, kecewa...semuanya jadi satu. Apalagi begitu saya tanpa sengaja mengetahui Sachi diam2 diberi sufor ketika saya tinggal kerja. Saya langsung menangis sejadi-jadinya. Ingin rasanya saya berhenti kerja dan hanya mengurus Sachi di rumah, walau memang hal itu belum bisa dilakukan. Saya merasa berjalan sendirian...berjuang sendirian...dan terus menerus diserang dari kanan dan kiri.

Saya sudah coba mengedukASI si nini lewat artikel, mengutip dsa teman, mengutip dsa yang sebelumnya...tapi kayaknya semua cuma selewat aja. Pernah juga saya mencoba mengajak Nini ke dsa lain buat cari second opinion, sayang usulan saya ditolak. "Anakmu sehat gini kok...ngapain ke dokter lain?" begitu katanya. Setiap saya coba bertanya atau coba ajak ngobrol nini hanya bilang kalau ia tidak memberi sufor...walau kenyataannya sering kali terlihat berbeda. Miris memang, di saat ibu lain berjuang agar anaknya tetap mendapatkan ASI meski kejar tayang atau terpaksa menyerah ke sufor karena memang ASI nya kurang...saya yang ASInya berkecukupan dipaksa "mengalah" dengan sufor.

Jujur saat ini saya tidak tahu lagi harus bersikap apa. Saya hanya bisa berharap dan berdoa agar nini dibukakan hatinya untuk bersedia mendengarkan saya dan bersikap layaknya satu tim dengan saya.

No comments:

Post a Comment